BerlianPos.Com | JSCgroupmedia ~ Peringatan kemerdekaan tahun ini sedikit istimewa karena Indonesia memasuki tonggak pencapaian baru, yang tepat mencapai 80 tahun.
Seperti yang hampir selalu dilakukan setiap tahun di bulan Agustus, banyak dari kita yang mempertanyakan apakah kita sudah benar-benar merdeka?
Namun kami justru ingin mengajak Anda melihat beberapa hal yang sempat ramai menjadi pembicaraan publik, tetapi kini senyap, tak jarang berakhir tanpa kejelasan. 
Setidaknya selama setahun ke belakang.
Menjadi sebuah pengingat, memasuki usia kemerdekaan yang baru, masih ada pekerjaan rumah yang belum selesai dan harus dikawal bersama.
Kasus pagar laut
Awal tahun ini, ramai pemberitaan soal sejumlah pagar laut yang “ditemukan” di perairan Bekasi dan Tangerang, membentang dari Kecamatan Teluk Naga sampai ke Kecamatan Kronjo di Kabupaten Tangerang, Banten, sepanjang 30,16 kilometer.
Banyak masalah di balik keberadaan pagar laut ini, mulai dari soal kepemilikan, dasar hukum, dan isu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dilaporkan mengganggu mata pencaharian nelayan, buruh tambak, dan buruh tani.
Para nelayan menuding pemerintah tidak berpihak pada mereka, dan malah memilih bersekongkol dengan konglomerat properti dan pengembang proyek pagar laut.
Pagar laut tersebut dibongkar oleh TNI Angkatan Laut, sejumlah pihak telah diperiksa, dan empat orang ditetapkan sebagai tersangka.
Tetapi pada 28 April 2025, Bareskrim Polri menangguhkan penahanan empat tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen pagar laut, yakni Arsin, Kepala Desa Kohod; Ujang Karta, Sekretaris Desa Kohod; dan dua penerima kuasa dari Desa Kohod.
Sejak saat itu, tidak jelas bagaimana perkembangan kasus ini.
Penulisan ulang sejarah Indonesia
Ini mungkin salah satu isu yang paling menonjol tahun ini.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon sejak akhir tahun lalu sudah membentuk tim untuk memutakhirkan sejarah nasional Indonesia.
Revisi sejarah ini nantinya akan menjadi “official history” yang menjadi hadiah ulang tahun ke-80 kemerdekaan Indonesia.
Tapi masalah muncul ketika beberapa bab yang sejarah ditemukan hilang dari naskah draf revisi sejarah yang sedang disusun.
Termasuk sejarah yang “hilang” adalah krisis moneter 1997, aksi mahasiswa, tuntutan, dan agenda reformasi 1998, peristiwa kerusuhan anti-China, serta turunnya Suharto pada 1998 dari kursi presiden.
Belakangan, Menteri Fadli Zon juga menyangsikan peristiwa pemerkosaan massal 1998 yang menargetkan perempuan keturunan Tionghoa, dengan menyebutnya “rumor.”
Kabar terbaru, peluncuran buku penulisan ulang sejarah nasional Indonesia ini ditunda ke 10 November 2025.
Para sejarawan dan akademisi meminta masyarakat mengawal prosesnya dan meminta pemerintah melibatkan semua kalangan sehingga proyek ini bukan hanya jadi alat legitimasi penguasa saja.
Ibu kota negara, jadi pindah atau enggak?
Yang enggak kalah riuhnya adalah soal ibu kota negara.
Setelah dikebut di tahun-tahun terakhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, hingga kini ibu kota negara Indonesia belum juga pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
Padahal, kurator IKN Ridwan Kamil pada Juni 2024 optimistis IKN siap ditempati dan beroperasi pada Augustus 2024.
Nyatanya, yang terjadi saat itu hanya upacara bendera memperingati HUT ke-79 RI saja, karena menurut Kementerian PUPR infrastruktur dasar di sana belum siap.
Tahun ini pemerintah mengalokasikan dana yang jauh lebih sedikit untuk pembangunan IKN, menjadikan proses pembangunannya berjalan lambat.
Pemerintah menargetkan IKN akan siap sebagai “ibu kota politik”, sebuah istilah yang tidak pernah diangkat sebelumnya, dengan perkiraan target di tahun 2028 atau 2029.
Namun sebagian pengamat dan akademisi meminta pemerintah membatalkan pemindahan ibu kota negara dan menjadikan IKN ibu kota Kalimantan Timur saja, atau hanya menjadikannya kota baru tanpa status ibu kota negara.
Ketidakjelasan ini juga mempengaruhi rencana perpindahan aparat sipil negara (ASN) ke IKN.
Sebagian dari mereka pernah mendapat pemberitahuan akan dipindahkan ke IKN, tapi sejak itu tidak ada kejelasan lagi.
Penundaan pengangkatan ASN
Mumpung menyentuh soal aparat sipil negara, salah satu yang juga masih tertunda adalah pengangkatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah yang terdampak, namun untuk CPNS, formasi yang dialokasikan sebanyak 2.302.543, sementara untuk PPPK mencapai 1.006.153 formasi.
Mereka seharusnya sudah diangkat sejak Februari 2025, tapi mundur ke Oktober 2025 untuk CPNS dan Maret 2026 untuk PPPK.
Penundaan ini memicu protes dan petisi online, dengan sebagian calon ASN mengeluh sudah diminta mengundurkan diri dari tempat kerjanya setelah mereka dinyatakan lulus sebagai CPNS atau PPPK.
Selain dianggap menciptakan “pengangguran semu”, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menyebut penundaan ini berisiko menyebabkan hilangnya pendapatan sebesar Rp6,76 triliun.
Paspor baru warna merah
Pada HUT ke-79 RI tahun lalu, Direktorat Jenderal Imigrasi mengumumkan desain baru paspor Republik Indonesia.
Paspor berwarna merah dikhususkan untuk e-paspor, dengan desain lembar paspor menggunakan motif kain khas setiap daerah di Indonesia.
Saat itu, Ditjen Imigrasi menyebut paspor baru akan mulai meluncurkan paspor baru pada perayaan ulang tahun ke-80 Indonesia, yakni di tahun ini.
Tetapi menurut Ditjen Imigrasi, mereka terpaksa membatalkan rencana dengan alasan efisiensi anggaran.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan mengatakan inovasi Ditjen Imigrasi akan terus berlanjut, tapi tidak memberikan kepastian apakah di masa mendatang paspor baru ini akan diluncurkan atau batal sama sekali.
Revisi Undang-Undang Penyiaran
Tahun lalu, publik ramai-ramai menolak revisi Undang-undang Penyiaran.
Organisasi jurnalis, pegiat media, akademisi, dan Dewan Pers menggarisbawahi beberapa isu di balik revisi tersebut, mulai dari sejumlah pasal-pasal yang bermasalah sampai minimnya pelibatan masyarakat untuk dalam penyusunan naskah revisi itu.
Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Penyiaran di DPR mengakui kritik-kritik tersebut, meski menolak tudingan tendensi untuk membungkam pers dengan revisi UU Penyiaran ini.
Sebelum Mei 2024, DPR mengakui revisi UU Penyiaran sudah rampung dan “tidak lama lagi akan diparipurnakan untuk disahkan.”
Tapi beberapa saat setelah menuai badai kritik dari masyarakat, DPR menunda pembahasan revisi UU Penyiaran.
Hingga kini belum terdengar lagi kelanjutan dari rencana merevisi UU penyiaran, termasuk pelibatan partisipasi bermakna masyarakat sipil dalam penyusunannya seperti yang didesak banyak pihak. | BerlianPos.Com | ABCNews | *** |
oke